RAMBU RAMBU K3LH BERDASARKAN UUD 1945
Undang
Undang No. 1 Tahun 1970
Oleh :
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor :
1 TAHUN 1970 (1/1970)
Tanggal :
12 JANUARI 1970 (JAKARTA)
Sumber :
LN 1970/1; TLN NO. 2918
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Presiden Republik Indonesia,
Indonesia mempunyai kerangka hukum K3 yang ekstensif,
sebagaimana terlihat pada daftar peraturan perundang-undangan K3 yang terdapat
dalam Lampiran II. Undang-undang K3 yang terutama di Indonesia adalah Undang-Undang
No. 1/ 1970yaitu tentang Keselamatan Kerja. Undang-undang
ini meliputi semua tempat kerja dan menekankan pentingnya upaya atau tindakan
pencegahan primer.Sedangkan Undang-Undang No. 23/ 1992 yaitu tentang Kesehatan memberikan
ketentuan mengenai kesehatan kerja. Dalam Pasal 23 yang menyebutkan bahwa
kesehatan kerja dilaksanakan supaya semua pekerja dapat bekerja dalam kondisi
kesehatan yang baik tanpa membahayakan diri mereka sendiri atau masyarakat, dan
supaya mereka dapat mengoptimalkan produktivitas kerja mereka sesuai dengan
program perlindungan tenaga kerja (Departmen Kesehatan 2002).
Macam – macam Undang – Undang yang memuat tentang k3LH
1. UU
No. 9 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Kesehatan
2. UU
No.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja
3. UU
No.23 Tahun1992 Tentang Kesehatan
4. UU No. 23 Tahun
1992 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
5. UU
No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
6. UU No. 41 Tahun
1999 Tentang Kehutanan
7. UU No. 5 Tahun 1990 Tentang
Konservasi Sumberdaya Alam Hayati Dan Ekosistemnya
Mengingat
:
1.
Pasal-pasal 5, 20 dan 27 Undang-Undang Dasar 1945.
2.
Pasal-pasal 9 dan 10 Undang-undang No. 14 Tahun 1969 tentang:
Ketentuan-ketentuan
Pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 No.
55, Tambahan Lembaran Negara No. 2912)
Dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong-Royong.
MEMUTUSKAN
:
1.
Mencabut :
Veiligheidsreglement
Tahun 1910 (Stbl. No. 406),
2.
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG KESELAMATAN KERJA.
BAB I.
TENTANG ISTILAH-ISTILAH
Pasal 1
Dalam
Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan :
(1) "tempat kerja" ialah tiap ruangan atau
lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja
bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan
di mana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam
pasal 2: termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan
sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat
kerja tersebut;
(2) "pengurus" ialah orang yang mempunyai tugas
memimpin langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri;
(3) "pengusaha" ialah :
A. Orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha
milik sendiri dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja.
B. Orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan
tempat kerja;
C. Orang atau badan hukum, yang di Indonesia mewakili
orangatau badan hukum termaksud pada (a) dan (b), jikalau yang diwakili
berkedudukan di luar Indonesia.
(4) "direktur" ialah pejabat yang ditunjuk oleh
Menteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan Undang-undang ini;
(5) "pegawai pengawas" ialah pegawai teknis
berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja;
(6) "ahli keselamatan kerja" ialah tenaga
teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh
Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya Undang-undang ini.
BAB II.
RUANG LINGKUP
Pasal 2.
(1) Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan
kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan
air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum
Republik Indonesia.
(2) Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku
dalam tempat kerja di mana :
A. Dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin,
pesawat, alat, perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat
menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan;
B. Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan,
diangkutatau disimpan bahan atau barang yang : dapat meledak, mudah terbakar,
menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhutinggi;
C. Dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan,
pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya,termasuk
bangunan pengairan, saluran atau terowongan dibawah tanah dan sebagainya atau
dimana dilakukan pekerjaan
persiapan;
D. Dilakukan usaha : pertanian, perkebunan, pembukaan
hutan,pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan,
perikanan dan lapangan kesehatan;
E. Dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas,
perak,logam atau bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral
lainnya, baik di permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan;
dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui
terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara;
F. Dikerjakan bongkar-muat barang muatan di kapal,
perahu, dermaga, dok, stasiun atau gudang;
G. Dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan
lain di dalam air;
H. Dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan
tanah atau perairan;
J Dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu
yang tinggi atau rendah;
I. Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun
tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut
atau terpelanting;
J. Dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
K. Terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu,
kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara
atau getaran;
L. Dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau
limbah;
M. Dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio,
radar, televisi atau telepon;
N. Dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan,
penyelidikan atau riset (penelitian) yang menggunakan alat teknis;
O. Dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan,
dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air;
P. Diputar film, dipertunjukkan sandiwara atau
diselenggarakan rekreasi lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau
mekanik.
(3) Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai
tempat kerja ruangan ruangan atau lapangan-lapangan lainnya yang dapat
membahayakan keselamatan atau kesehatan yang bekerja dan atau yang berada di
ruangan atau lapangan itu dan dapat dirubah perincian tersebut dalam ayat (2).
BAB III.
SYARAT-SYARAT KESELAMATAN
KERJA.
Pasal 3.
(1) Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat
keselamatan kerja untuk :
A. mencegah dan mengurangi kecelakaan;
B. mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
C. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
D. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada
waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
E. memberi pertolongan pada kecelakaan;
F. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
G. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya
suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar
atau radiasi, suara dan getaran;
H. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat
kerja baik physik maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan;
I. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
J. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
K. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
L. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
M. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja,
lingkungan, cara dan proses kerjanya;
N. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang,
binatang, tanaman atau barang;
O. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
P. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat,
perlakuan dan penyimpanan barang;
Q. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
R. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada
pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
(2) Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian
seperti tersebut dalam ayat (1) sesuai dengan perkembangan ilmupengetahuan,
teknik dan teknologi serta pendapatan-pendapatan baru di kemudian hari.
Pasal 4.
(1) Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat
keselamatan kerja dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran,
perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan
bahan, barang, produk teknik dan aparat produksi yang mengandung dan dapat
menimbulkan bahaya kecelakaan.
(2) Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip teknik
ilmiah menjadi suatu kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur,jelas dan
praktis yang mencakup bidang konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan,
perlengkapan alat-alat perlindungan, pengujian dan pengesyahan, pengepakan atau
pembungkusan, pemberian tandatanda pengenal atas bahan, barang, produk teknis
dan aparat produksi guna menjamin keselamatan barang-barang itu sendiri,
keselamatan tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan umum.
(3) Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian
seperti tersebut dalam ayat (1) dan (2) : dengan peraturan perundangan
ditetapkan siapa yang berkewajiban memenuhi dan mentaati syaratsyarat
keselamatan tersebut.
BAB IV.
PENGAWASAN
Pasal 5.
(1) Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap
Undang-undang ini, sedangkaan para pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja
ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-undang
ini dan membantu pelaksanaannya.
(2) Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan
ahli keselamatan kerja dalam melaksanakan Undang-undang ini diatur dengan
peraturan perundangan.
Pasal 6.
(1) Barangsiapa tidak dapat menerima keputusan direktur
dapat mengajukan permohonan banding kepada Panitia Banding.
(2) Tata-cara permohonan banding, susunan Panitia
Banding, tugas Panitia Banding dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga
Kerja.
(3) Keputusan Panitia Banding tidak dapat dibanding lagi.
Pasal 7.
Untuk pengawasan berdasarkan Undang-undang ini pengusaha
harusmembayar retribusi menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan
peraturan perundangan.
Pasal 8.
(1) Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan,
kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya
maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan
padanya.
(2) Pengurus diwajibkan memeriksakan semua tenaga kerja
yang berada di bawah pimpinannya, secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh
pengusaha dan dibenarkan oleh direktur.
(3) Norma-norma mengenai pengujian keselamatan ditetapkan
dengan peraturan perundangan.
BAB V.
PEMBINAAN.
Pasal 9.
(1) Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada
tiap tenaga kerja baru tentang :
A. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat
timbul dalam tempat kerjanya;
B. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang
diharuskan dalam tempat kerjanya;
C. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang
bersangkutan;
D. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan
pekerjaannya.
(2) Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang
bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami
syarat-syarat tersebut di atas.
(3) Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi
semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan
kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan
kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.
(4) Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua
syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja
yang dijalankannya.
BAB VI.
PANITIA PEMBINA
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Pasal 10.
(1) Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja guna memperkembangkan kerjasama, saling
pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha ataupengurus dan tenaga kerja
dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di
bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha
berproduksi.
(2) Susunan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja, tugas dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
BAB VII.
KECELAKAAN
.
Pasal 11.
(1) Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang
terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh
Menteri Tenaga Kerja.
(2) Tata-cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh
pegawai termaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan perundangan.
BAB VIII.
KEWAJIBAN DAN HAK TENAGA KERJA.
Pasal 12.
Dengan
peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk :
A.
Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau
ahli keselamatan kerja;
B.
Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan;
C.
Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang
diwajibkan;
D.
Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan
kerja yang diwajibkan;
E.
Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan
kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya
kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam
batas-batas yang masih dapat dipertanggung-jawabkan.
BAB IX.
KEWAJIBAN BILA MEMASUKI TEMPAT KERJA.
Pasal 13.
Barangsiapa
akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk
keselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.
BAB X.
KEWAJIBAN PENGURUS.
Pasal 14.
Pengurus
diwajibkan :
A.
Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat
keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undangundang ini dan semua peraturan
pelaksanaannya yang berlaku bagitempat kerja yang bersangkutan, pada
tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai
pengawas atau ahli
keselamatan
kerja;
B.
Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja
yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang
mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli
Keselamatan Kerja;C. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri
yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan
menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut,
disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai
pengawas atau ahli keselamatan kerja.
BAB XI.
KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP.
Pasal 15.
(1)
Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal di atas diatur lebih lanjut
dengan peraturan perundangan.
(2)
Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana
atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga)
bulan atau denda setinggitingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).
(3)
Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran.
Pasal 16.
Pengusaha
yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah ada pada waktu Undang-undang
ini mulai berlaku wajib mengusahakan di didalam satutahun sesudah Undang-undang
ini mulai berlaku, untuk memenuhi ketentuan-ketentuan menurut atau berdasarkan
Undang-undang ini.
Pasal 17.
Selama
peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan dalam Undang-undang ini
belum dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang keselamatan kerja yang ada pada
waktu Undang-undang ini mulai berlaku, tetapi berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan Undang-undang ini.
Pasal 18.
Undang-undang ini disebut
"UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA" dan mulai berlaku pada hari
diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 12 Januari 1970.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SOEHARTO.
Jenderal T.N.I.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 Januari 1970.
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ALAMSJAH
Mayor Jenderal T.N.I.
PENJELASAN ATAS : UNDANG-UNDANG NOMOR 1
TAHUN 1970
TENTANG : KESELAMATAN KERJA.
PENJELASAN UMUM
Veiligheidsreglement yang ada sekarang dan berlaku mulai
1910 (Stbl. No. 406) dan semenjak itu di sana-sini mengalami perobahan mengenai
soal-soal yang tidak begitu berarti, ternyata dalam banyak hal sudah
terbelakang dan perlu diperbaharui sesuai dengan perkembangan peraturan
perlindungan tenaga kerja lainnya dan perkembangan serta kemajuan teknik,
teknologi dan industrialisasi di Negara kita dewasa ini dan untuk selanjutnya.
Mesin-mesin, alat-alat, pesawat-pesawat baru dan sebagainya yang serba pesik
banyak dipakai sekarang ini, bahan-bahan tehnis baru banyak diolah dan
dipergunakan, sedangkan mekanisasi dan elektrifikasi diperluas di manamana.
Dengan majunya industrialisasi, mekanisasi, elektrifikasi dan modernisasi, maka
dalam kebanyakan hal berlangsung pulalah peningkatan intensitet kerja
operasionil dan tempo kerja para pekerja. Hal-hal ini memerlukan pengerahan
tenaga secara intensief pula dari para pekerja. Kelelahan, kurang perhatian
akan hal-hal lain, kehilangan keseimbangan dan lain-lain merupakan akibat dari
padanya dan menjadi sebab terjadinya kecelakaan. Bahan-bahan yang mengandung
racun, mesin-mesin, alat-alat, pesawat-pesawat dan sebagainya yang serba pelik
serta cara-cara kerja yang buruk, kekurangan ketrampilan dan latihan kerja,
tidak adanya pengetahuan tentang sumber bahaya yang baru, senantiasa merupakan
sumber-sumber bahaya dan penyakit-penyakit akibat kerja. Maka dapatlah difahami
perlu adanya pengetahuan keselamatan kerja dan kesehatan kerja yang maju dan
tepat. Selanjutnya dengan peraturan yang maju akan dicapai keamanan yang baik
dan realistis yang merupakan faktor sangat penting dalam memberikan rasa
tentram, kegiatan dan kegairahan bekerja pada tenagakerja yang bersangkutan dan
hal ini dapat mempertinggi mutu pekerjaan, meningkatkan produksi dan
produktivitas kerja. Pengawasan berdasarkan Veiligheidsreglement seluruhnya
bersifat repressief. Dalam Undang-undang ini diadakan perobahan prinsipiil
dengan merobahnya menjadi lebih diarahkan pada sifat preventief. Dalam praktek
dan pengalaman dirasakan perlu adanya pengaturan yang baik sebelum
perusahaan-perusahaan, pabrik-pabrik atau bengkel bengkel didirikan, karena
amatlah sukar untuk merobah atau merombak kembali apa yang telah dibangun dan
terpasang di dalamnya guna memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja yang
bersangkutan. Peraturan baru ini dibandingkan dengan yang lama, banyak
mendapatkan perobahan-perobahan yang penting, baik dalam isi, maupun bentuk dan
sistimatikanya. Pembaruan dan perluasannya adalah mengenai :
1.
Perluasan ruang lingkup.
2.
Perobahan pengawasan repressief menjadi preventief.
3.
Perumusan teknis yang lebih tegas.
4.
Penyesuaian tata-usaha sebagaimana diperlukan bagi pelaksanaan pengawasan.
5.
Tambahan pengaturan pembinaan Keselamatan Kerja bagi management dan Tenaga
Kerja.
6. Tambahan pengaturan mendirikan Panitya Pembina
Keselamatan Kerja Kesehatan Kerja.
7. Tambahan pengaturan pemungutan retribusi tahunan.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL.
Pasal 1.
Ayat
(1).
Dengan
perumusan ini ruang lingkup bagi berlakunya Undang-undang ini jelas ditentukan
oleh tiga unsur:
1.
Tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi sesuatu usaha,
2.
Adanya tenaga kerja yang bekerja disana,
3.
Adanya bahaya kerja ditempat itu.
Tidak selalu tenaga kerja harus sehari-hari bekerja dalam
sesuatu tempat kerja. Sering pula mereka untuk waktu-waktu tertentu harus
memasuki ruangan-ruangan untuk mengontrol, menyetel, menjalankan
instalasi-instalasi, setelah mana mereka keluar dan bekerja selanjutnya di lain
tempat.
Instalasi-instalasi itu dapat merupakan sumber-sumber
bahaya dan dengan demikian haruslah memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja
yang berlaku baginya, agar setiap orang termasuk tenaga kerja yang memasukinya
dan atau untuk mengerjakan sesuatu disana, walaupun untuk jangka waktu pendek,
terjamin keselamatannya.
Instalasi-instalasi
demikian itu misalnya rumah-rumah, transformator, instalasi pompa air yang
setelah dihidupkan berjalan otomatis, ruanganruangan instalasi radio, listrik
tegangan tinggi dan sebagainya. Sumber berbahaya adakalanya mempunyai daerah
pengaruh yang meluas. Dengan ketentuan dalam ayat ini praktis daerah pengaruh
ini tercakup dan dapatlah diambil tindakan-tindakan penyelamatan yang
diperlukan. Hal ini sekaligus menjamin kepentingan umum. Misalnya suatu pabrik
dimana diolah bahan-bahan kimia yang berbahaya dan dipakai serta dibuang banyak
air yang mengandung zat-zat yang berbahaya.Bila air buangan demikian itu
dialirkan atau dibuang begitu saja ke dalam sungai maka air sungai itu menjadi
berbahaya, akan dapat mengganggu kesehatan manusia, ternak ikan dan pertumbuhan
tanamtanaman. Karena itu untuk air bungan itu harus diadakan penampungannya
tersendiri atau dikerjakan pengolahan terdahulu, dimana zat-zat kimia di
dalamnya dihilangkan atau dinetraliseer, sehingga airnya itu tidak berbahaya
lagi dan dapat dialirkan kedalam sungai. Dalam pelaksanaan Undang-undang ini
dipakai pengertian tentang tenaga kerja sebagaimana dimuat dalam Undang-undang
tentang ketentuanketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja, maka dipandang tidak
perlu di muat definisi itu dalam Undang undang ini. Usaha-usaha yang dimaksud
dalam Undang-undang ini tidak harus selalu mempunyai motif ekonomi atau motif
keuntungan, tapi dapat merupakan usaha-usaha sosial seperti perbengkelan di
Sekolah-sekolah teknik, usaha rekreasi-rekreasi dan di rumah-rumah sakit, di
mana dipergunakan instalasi-instalasi listrik dan atau mekanik yang berbahaya.
0 komentar:
Posting Komentar